Minggu, 28 November 2010

PEJUANG-PEJUANG ILMU KOMUNIKASI

Harold Dwight Lasswell

Lasswell dilahirkan di Donnellson, Illinois pada 1902. Ketika berusia 16 tahun, ia masuk Universitas Chicago dengan beasiswa. Pada tahun 1922 Lasswell mengambil program doktoral di bidang ilmu politik. Ia merasa tertantang karena bidang politik tidak terlalu berkembang. Empat tahun kemudian, ia meraih gelar Ph.D. dalam bidang tersebut setelah melakukan studi dan mengumpulkan data di Swiss, Inggris, dan Jerman. Disertasi doktoral Lasswell adalah tentang analisis isi (content analysis) propaganda selama Perang Dunia I. Tahun 1927 ia diangkat menjadi asisten profesor ilmu politik di Universitas Chicago, kemudian mempublikasikan disertasinya dengan judul “Propaganda Techniques in the World War”. Tiga tahun kemudian ia mempublikasikan buku dengan judul “Psychopatology and Politics” yang menandai penggunaan teori psikoanalisis dalam menganalisis pemimpin politik.

Tahun 1936 Lasswell mempublikasikan “Politics : Who Gets What, When, How”, sebuah buku yang terkenal dengan pemetaan (mapping) dalam mempelajari politik. Dua tahun kemudian, ia memutuskan berhenti dari Universitas Chicago yang telah membesarkannya. Selang setahun kemudian, ia (bersama Dorothy Blumentack) menulis “World Revolutionary Propaganda : A Chicago Study”. Tahun 1939-1940 ia menjadi anggota paling fenomenal dalam The Rockefeller Foundation Seminar on Mass Communication, di  mana ia mendeskripsikan komunikasi sebagai who says what to whom via what channel with what effect? Tahun 1940-1945 ia menjabat sebagai Kepala Divisi Eksperimental dalam Study of Wartime Communications, U.S Library of Congress. Selama Perang Dunia II Lasswell juga menjadi konsultan untuk Office of Facts and Figure dan kemudian Office of War Information. Analisis Lasswell tentang propaganda menjadi input yang penting bagi Wilbur Schramm dalam membangun visi tentang studi komunikasi. Tahun 1946-1970 ia ditunjuk sebagai profesor di Law School Universitas Yale (dan profesor ilmu politik, setelah 1952).

Tahun 1970-1976 ia mendapat penghargaan sebagai profesor kehormatan di beberapa universitas, antara lain Universitas Yale, Universitas Temple, dan Universitas Columbia. Selama dua tahun kemudian ia menjadi presiden Policy Sciences Center, sebelum akhirnya meninggal pada 18 Desember 1978 di New York karena pneumonia.
Pemikiran Lasswell yang terkenal adalah analisisnya mengenai propaganda selama Perang Dunia I. Lasswell, yang memang berlatar belakang politik, kemudian mempublikasikan pemikirannya dalam bentuk buku yang berjudul “Propaganda Technique in the World War”. Menurut Lasswell, propaganda merupakan “usaha sepenuhnya untuk mengontrol opini dengan menggunakan simbol tertentu, atau berbicara secara lebih konkret (walaupun kurang akurat) melalui cerita, rumor, laporan, foto, dan bentuk lain dari komunikasi sosial. Propaganda memiliki empat tujuan : memobilisasi kekuatan sendiri, memperkuat pertemanan dengan sesama sekutu, mempengaruhi pihak netral, dan menjatuhkan mental musuh.” Lasswell juga terkenal dengan model komunikasi yang dikemukakannya yaitu : Who says what to whom with what effect?.Who merujuk kepada siapa yang mengontrol (menyampaikan) pesan. Says What menunjuk kepada pesan yang disampaikan. To whom merujuk kepada penerima atau audiens. Serta with what effect berhubungan dengan efek yang terjadi.


M Alwi Dahlan 
Doktor Ilmu Komunikasi Pertama

Alwi Dahlan tercatat sebagai doktor ilmu komunikasi pertama Indonesia lulusan Amerika Serikat tahun 1967, tepatnya dari Illionis University, Urbana dengan tesis “Anonymous Disclosure of Government Information as a Form of Political Communication”. Pergi sekolah ke negeri Paman Sam tahun 1958 saat sedang kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) berdasarkan beasiswa foreign sudent leadership project di Minnesota, Alwi Dahlan sebelumnya berhasil meraih gelar B.A dari American University, Washington DC tahun 1961.

Gelar B.A. ini menurut Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu setara dengan S-1. Di Washington, untuk membiayai kuliah pria kelahiran Padang, Sumatera Barat 15 Mei 1933 ini bekerja sebagai penjaga malam di Kedutaan Besar RI. Sebelum meraih gelar doktor, keponakan sutradara film terkemuka Usmar Ismail ini melanjutkan pendidikan ke Stanford University, di California untuk meraih gelar Master of Arts (M.A.) bidang ilmu komunikasi massa tahun 1962.

Selama studi M Alwi Dahlan bukan hanya pernah menjadi penjaga malam di KBRI Washington DC. Sebelum kembali ke tanah air usai meraih doktor masih menyempatkan diri membantu Atase Pendidikan di KBRI Washington, yang waktu itu dirangkap oleh Atase Pertahanan M Kharis Suhud. Dan, sewaktu akan pulang ke tanah air Kharis Suhud berkenan mengajak Alwi agar mau membantu Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) sebagai tenaga ahli, yang lalu dilakoninya sepanjang tahun 1968-1970. Kharis Suhud, mayor jenderal TNI AD terakhir menjabat sebagai Ketua MPR/DPR RI.

Alwi Dahlan adalah orang Indonesia pertama yang menggondol gelar doktor ilmu komunikasi dari Amerika Serikat. Bidang komunikasi kiblat dari Amerika adalah bidang baru yang lebih luas pengertian dan definisinya dari ilmu jurnalistik maupun publisistik yang berkiblat ke Jerman. Tak mengherankan, pada waktu itu komunikasi massa belum begitu dipahami di Indonesia sehingga keahlian ilmu komunikasi Alwi belum serta merta memperoleh ruang kerja yang jelas.

“Saya lalu melakukan berbagai hal, sekaligus ingin memperlihatkan bahwa sebagai ahli dalam bidang (komunikasi) ini, yang bersifat interdisiplin, dapat berkiprah di berbagai bidang ilmu dan berprofesi,” cerita Alwi, yang butuh waktu lama membuktikan keahliannya sebelum guru besar ilmu komunikasi massa Universitas Indonesia ini dipercaya oleh Presiden Soeharto sebagai Menteri Penerangan tahun 1998. Walau hanya beberapa bulan, antara Maret hingga 21 Mei 1998 sesuai “umur jagung” kabinet terakhir Pak Harto sebelum mengundurkan diri, posisi Menteri Penerangan adalah pembuktian akan kualitas kedoktoran pakar ilmu komunikasi Alwi Dahlan.

Merintis
 M Alwi Dahlan putra Dahlan Sjarif Datuk Djundjung, seorang bupati pada kantor Gubernur Sumatera Tengah, di almamaternya Fisip-UI sejak tahun 1969 hingga 1992 hanya bisa dipercaya sebagai dosen luar biasa alias dosen tidak tetap. Ia harus merintis atau meneruka beberapa bidang kegiatan yang pada waktu itu dianggap masih baru di Indonesia.

Seperti, antara tahun 1969-1971 ia menerbitkan dan menjadi pemimpin umum mingguan Chas, sebuah mingguan berkala berita yang pertama tampil dalam bentuk tabloid. Ia juga mendirikan Institute for Social, Commercial & Opinion Research (Inscore) Indonesia, sebuah lembaga riset masalah komersial dan pendapat umum swasta yang pertama di Indonesia. Alwi mendirikan pula Inscore Adcom sebuah perusahaan jasa komunikasi total dan public relation (PR) pertama di Indonesia.

Sebagai doktor ilmu komunikasi massa pertama Indonesia lulusan Amerika Serikat banyak hal yang baru yang untuk pertama kalinya dirintisnya, sebelum akhirnya mulai mapan berkiprah di pemerintahan saat Emil Salim tahun 1978 resmi mengajaknya bergabung sebagai asisten menteri. Emil Salim ketika itu diangkat Pak Harto menjadi Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH), maka, jadilah Alwi Dahlan tercatat sebagai Asisten Menteri KLH sepanjang tahun 1979 hingga 1993, atau antara era Emil Salim hingga Sarwono Kusumaatmaja.

Kepada Alwi Emil Salim membebankan tugas membantu merintis pengembangan bidang yang masih sangat baru di Indonesia pada masa itu, yaitu pengawasan pembangunan dan lingkungan hidup. Terbiasa mempunyai naluri sebagai perintis tantangan itu ia terima. Alwi resmi diangkat menjadi Asisten Menteri Bidang Pengawasan tahun 1978-1983, kemudian menjadi Asisten Menteri Bidang Keserasian Kependudukan dan Lingkungan tahun 1983-1988, serta menjadi Asisten Menteri Bidang Kependudukan tahun 1988-1993 di bawah Emil Salim dan Sarwono Kusumaatmaja.

Hingga tahun 1990 kepada Alwi Dahlan masih diserahi tugas dan tanggungjawab Kampanye Kesadaran Lingkungan Hidup, tugas yang antara lain berhasil menelorkan kebijakan pemberian penghargaan tahunan Kalpataru, Neraca Lingkungan Daerah, dan berbagai kebijakan lingkungan hidup lainnya. Untuk semua pengabdiannya yang tercatat hingga saat itu Presiden Soeharto menganugerahi Alwi Dahlan penghargaan Bintang Jasa Utama, yang disematkan langsung oleh Pak Harto pada 17 Agustus 1994.

Penulis Skenario

 
Selain pakar dan guru besar komunikasi massa, pejabat kementerian lingkungan hidup, mantan Wakil Kepala BP-7, dan Menteri Penerangan, banyak sisi menarik lain kehidupan Alwi Dahlan yang belum pernah terangkat ke permukaan. Dalam usia muda 16 tahun, misalnya, pria yang menamatkan pendidikan SR di Padang (1946) sedangkan SMP (1950) dan SMA (1953) keduanya di Bukit Tinggi, ini sudah menunjukkan bakat luar biasa. Ia ketika itu sudah aktif mengarang cerita di majalah Kisah dan Mimbar Indonesia terbitan Jakarta. Di koran lokal sendiri, Padang Nippo dan Detik terbitan Buktitinggi ia malah hanya sesekali menulis. Duduk di bangku SMP di Batusangkar ia sudah menerbitkan sendiri koran lokal sekolah.

“Di Mimbar Indonesia, selain menulis cerita pendek saya juga membuat sketsa atau vignet dengan tinta Cina,” aku suami dari Elita Rivai sama-sama berasal dari Kabupaten Tanah Datar. Di majalah Siasat, sebagai koresponden ia membuat reportase, esei, dan cerita pendek mengisi rubrik kebudayaan Gelanggang. Ketika duduk di bangku SMA Alwi sudah berkesempatan menulis rangkaian reportase perjalanan kaki menjelajahi pedalaman Alas, Gayo, serta Aceh untuk Siasat. Masih di bawah usia 20 tahun Alwi menulis di Zenith sebuah majalah kebudayaan yang diterbitkan oleh Mimbar Indonesia.

Ketika diterima kuliah di FE-UI, ketika itu belum dibuka jurusan ilmu komunikasi, Alwi menyalurkan bakat dan keahlian tulis-menulisnya di penerbitan kampus Forum dan Mahasiswa. Bersama sahabatnya Emil Salim, Teuku Jacob, dan Nugroho Notosusanto, tahun 1958 ia mendirikan Ikatan Pers Masiswa Indonesia.

Bakat kepengarangan putera Padang Panjang ini boleh dikata menurun dari pamannya Usmar Ismail, sutradara film terkemuka yang juga dikenal sastrawan angkatan ‘45. Alwi Dahlan pernah mencatat prestasi gemilang menulis sembilan skenario film sepanjang tahun 1953-1958. Ia bersama pamannya Usmar Ismail menulis skenario untuk film Harimau Campa, yang pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1958 merebut piala Citra sebagai skenario film terbaik. Demikian pula untuk film Tiga Dara hasil kerja bareng paman-keponakan itu. Sebuah film Usma Ismail lainnya, Jenderal Kancil dibuat justru berdasarkan novel karangan Alwi Dahlan berjudul Pistol Si Kancil terbitan Balai Pustaka.

Alwi Dahlan ketika masih disibukkan tugas-tugas eksekutif di pemerintahan, terakhir menjabat Wakil Kepala BP-7 sebelum diangkat Menteri Penerangan oleh Pak Harto, masih menyempatkan diri mengembangkan diri di bidang ilmu komunikasi massa sebagai akademisi menjabat Guru Besar Fisip UI. Ia banyak diminta berbicara dalam berbagai seminar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Cina, Singapura, Malaysia, Filipina, India, Pakistan, Rusia, dan lain-lain. Ia akhirnya tergolong sebagai pembicara seminar yang laris, berbeda ketika ia masih harus menjelaskan posisi dan peran ilmu komunikasi massa sebagai ilmu yang baru di Indonesia.

Tentang istrinya, Elita Rivai sama-sama asal Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat ia katakan diketemukan di Jakarta. “Ceritanya, waktu saya di Amerika, beberapa tahun sebelum pulang saya melihat wajah Elita dalam foto di antara banyak orang. Waktu pulang, saya mencarinya sampai dapat di Jakarta,” tutur Alwi Dahlan, yang selalu berpenampilan tenang dan simpatik dengan tutur bahasa santun bersahaja.


Wilbur Lang Schramm 
Wilbur Schramm lahir pada tanggal 5 Agustus 1907 di  Marietta, Ohio. Schramm lahir dari pasangan Arch Schramm (ayah) dan Louise (ibu). Schramm hidup di tengah kondisi keluarga yang cukup baik, terpelajar, dan menggemari musik. Sejak umur lima tahun, Schramm bermasalah dengan “penyakit” gagap dan harus berjuang menghadapinya, sampai akhirnya gagap yang dideritanya hanya “kambuh” kadang-kadang saja. Pada usia 21 tahun ia mendapat gelar Bachelor dalam bidang ilmu sosial dan ilmu politik dari Marietta College. Selama belajar di sana, Schramm bekerja part-time sebagai wartawan olahraga untuk Marietta Register dan kontributor (wartawan lokal) untuk Asssociated Press. Dari bekerja sambilan tersebut, ia mendapat penghasilan untuk membiayai kuliahnya. 
Tahun 1930 Schramm memperoleh gelar Master bidang American Civilization dari Universitas Harvard. Selama berada di Harvard, Schramm bekerja part-time sebagai wartawan bagi Boston Herald.  Ia kemudian pindah ke Universitas Iowa, disebabkan dua alasan : Pertama, biaya kuliah di Universitas  Harvard yang sangat mahal. Kedua, untuk menyembuhkan gagap yang dideritanya, Schramm ingin menemui Profesor Lee Edward Travis, salah satu pakar penyembuhan gagap. Dan, kebetulan pada saat itu Profesor Travis sedang melakukan penelitian di Universitas Iowa. Dua tahun kemudian, Schramm mendapat gelar Ph.D. bidang Literatur Inggris dari Universitas Iowa. Selang tahun 1932 s.d 1934, Schramm mendapat beasiswa dari American Council of Learned Societies untuk program postdoctoral selama dua tahun, di mana ia menyusun penelitian eksperimental bersama Dr. Carl E. Seashore.

Tahun 1932 s.d. 1942, Schramm menjadi asisten profesor di Jurusan Bahasa Inggris Universitas Iowa. Pada masa ini ia mendirikan dan mengepalai Iowa Writers’ Workshop, semacam forum pelatihan menulis fiksi bagi mahasiswa. Pada tahun 1942, Schramm meninggalkan Iowa untuk bergabung menjadi educational director di Office of Facts and Figure dan kemudian Office of War Information. Hal ini tidak terlepas dari kondisi Amerika yang sedang terlibat dalam Perang Dunia II. Pada masa ini pulalah, Schramm mulai membentuk visinya tentang studi komunikasi. Pada tahun 1943 s.d. 1947 Schramm menjabat sebagai Kepala School of Journalism Universitas Iowa. Selain itu, Schramm juga menemukan program doktoral pertama dalam bidang komunikasi massa : di Universitas Iowa (1943), Universitas Illinois (1947), dan Universitas Wisconsin (1950). Tahun 1955 s.d 1973 Schramm mendapat gelar profesor di bidang komunikasi serta menjadi kepala Institute of Communication Research Universitas Stanford. Selang waktu 1962 s.d 1973 Schramm juga  mendapat gelar sebagai Janet M. Peck Professor of International Communication Universitas Stanford, sampai akhirnya pensiun dari universitas tersebut pada usia 65. Selama dua tahun berikutnya, Schramm menjadi direktur East-West Communication Institute di Hawai. Pada 1977, Schramm mendapat gelar Ah Boon Hau Professor of Communication dari Universitas Hong Kong. Schramm meninggal tanggal 27 Desember  1987 di Honolulu.
Schramm merupakan tokoh terpenting dalam ilmu komunikasi. Ia adalah “Bapak Ilmu Komunikasi”. Schramm diakui secara internasional lewat penelitiannya yang sebagian besar merupakan pnelitian tentang media dan efek komunikasi. Schramm merupakan orang pertama yang memikirkan dan menganalisis secara mendalam “keajaiban” dan seni komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, ia juga mengemukakan model komunikasi yang terdiri atas : sender, message, channel, coder, decoder, receiver, dan  noise.  Di samping itu, Schramm menyumbang pemikiran pada Four Theories of the Press, yang terdiri dari model Authoritarian, Social Responsibility, Libertarian, dan Developmental. Ia juga memberi kontribusi pemikiran tentang konsep gatekeeping dan agenda setting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar